Sabtu, 07 Januari 2012

Makalah Pernikahan Dini.



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas. Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi remaja.

Menurut Dadang (2005), banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam alasan perrceraian tentu saja bukan karena alasan menikah muda, melainkan alasan ketidakcocokan dan sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia.
Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi.Dilihat dari aspek pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk mayoritas lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan faktor sosial budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan:
                                                      1.            Adakah pengaruh pendidikan terhadap keputusan remaja Dusun Nglamuk untuk melakukan pernikahan dini?
                                                      2.            Faktor apa yang menyebabakan banyaknya pernikahan dini di Dusun Nglamuk?

C.    TUJUAN
                              1.            Untuk mengetahui sebarapa besar pengaruh pendidikan terhadap keputusan remaja Dusun Nglamuk dalam memutuskan untuk menikah dini.
                              2.            Mengetahui faktor yang menyebabkan banyaknya pernikahan dini di Dusun Nglamuk.

D.    MANFAAT
                              1.            Manfaat teoritis
                        Mengetahui pengetahuan akan pentingnya pendidikan bagi remaja agar tidak terburu-buru melakukan pernikahan dini..
                              2.            Manfaat Praktis
                        Bagi masyarakat umum, menambah wawasan bagi masyarakat mengenai seluk-beluk pernikahan dini. Serta membentuk keluarga bahagia dengan meminimalkan banyaknya pernikahan dini bagi yang belum matang usianya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Penelitian terdahulu
            Mengakarnya pernikahan usia dini ini terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos anak perempuan. Fenomena pernikahan diusia dini masih menjadi kultur masyarakat Indonesia. Para orang tua ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial, anggapan tidak penting pendidikan bagi anak dan pandangan negatif terhadap status perawan tua. Padahal pada usia remaja sekitar lulusan SMP dan SMA sebenarnya anak belum siap secara psikis dan sosial untuk membentuk keluarga. Kesiapan psikis yaitu yang berkaitan dengan rasa aman, kasih sayang, dengan cara menjaga lisan dan mengendalikan emosi agar tidak terjadi perselisihan paham antar pasangan, memberikan perlindungan terhadap pasangan, saling memahami karakter pasangan masing-masing, bersikap sabar dalam mengelola keluarga, aktif mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat, memiliki pekerjaan serta tidak menggantungkan hidup kepada orang tua. Sedangkan kesiapan sosial pasangan menikah muda adalah kemampuan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar dan optimal dengan cara tidak membatasi diri dalam lingkup sosialisasi dengan masyarakat di lingkungan tempat mereka tinggal. Dengan kurangnya kesiapan-kesiapan tersebut Undang-Undang harusnya tegas karena banyak hak-hak remaja yang dikorbankan.
            Faktor penyebab pernikahan usia dini masyarakat Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, diantaranya: Perkawinan terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, hal tersebut dikarenakan mitos-mitos yang marak dikalangan masyarakat tersebut. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat, karena disana adat menikah diusia muda sudah menjadi kebiasaan dari dulu sampai sekarang. Kebanyakan orang desa Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja. Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur, mareka tidak memepedulikan bahkan tidak mengerti keuntungan maupun kerugian/ dampak negatif yang ditimbulkan dari menikah pada usi dini. Para orang tua yang masih belum paham pentingnya pendidikan memaksa anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau SMA. Mereka menganggap, melanjutkan pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SMP dan SMA saja sudah cukup, tidak perlu ke perguruan tinggi. Disana ada beberapa pasangan yang menikah di usia dini karena adanya faktor paksaan dari orang tua mereka.
            Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia muda. Hal tersebut memacu terjadinya konflik yang bisa berakibat pisah rumah, atau bahkan perceraian. Itu semua karena emosi remaja masih labil. Tanpa disadari ada banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan keluarga remaja. Dampak psikisnya yaitu sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Kalau keadaan tersebut terjadi, didalam keluarga ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah. Dampak psikis yang lain yaitu Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi yang tertutup akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan.
B.     Hakeket Pernikahan
            Perkawinan atau pernikahan adalah akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah tangga yang harmonis, akan sehidup semati dalam menjalani rumah tangga bersama-sama (Thoha Nasruddin, 1976).Pengertian lain mengartikan perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat  tertentu (Wiryono, 1978).
            Banyak definisi pernikahan selain yang telah disebutkan, diantaranya Pengertian pernikahan yaitu akad antara calon pengantin pria dengan pihak calon pengantin wanita yang bukan muhrimnya (Mufid,2002:43). Sedangkan pengertian lain nikah adalah suatu akad yang dangannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dan wanita (Ramulyo, 2004). Dia menyimpulkan bahwa hakikat dari pernikahan merupakan suatu perjanjian saling mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan suka rela untuk mewujudkan kebahagiaan dalam rumah tangga. Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara diridhoi Allah SWT. (Ihsan, 2008).
            Berdasarkan pengertian pernikahan dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu perjanjian (akad) saling mengikat yang dilangsungkan oleh laki-laki dan perempuan untuk membentuk komitmen berkeluarga, menciptakan keluarga yang harmonis.
C.    Pernikahan Dini
            Pernikahan dini banyak dijumpai dalam masyarakat, terutama pada masyarakat pedesaan. Jika mengacu pada UU Perkawinan, usia ideal itu 21 tahun, namun toleransi bagi yang terpaksa menikah di bawah usia 21 tahun ada batas 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk laki–laki dengan persetujuan wali. Jika mengacu pada UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002, perkawinan di usia 18 tahun ke bawah termasuk pernikahan dini.
            Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009). Sehinga seharusnya pernikahan dilakukan pada saat remaja sudah memasuki usia dewasa, karena ketidaksiapan dalam pernikahan berdampak pada kehidupan berumah tangga. Kurangnya pendidikan dapat memicu terjadinya pernikahan usia dini, karena tanpa dibekali pendidikan yang cukup remaja tidak bisa berpikir panjang dalam menentukan pilihan sehingga memilih untuk cepat-cepat menikah.
            Fenomena pernikahan dini banyak terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan fenomena yang muncul belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dulu hingga sekarang. Fenomena tersebut juga sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, bahkan sudah membudaya disuatu masyarakat, salah satunya di Desa Nglamuk, temanggung. Pernikahan dini dilakukan oleh para pasangan yang berumur kurang dari 20 tahun yang mungkin terjadi karena faktor-faktor tertentu.
            Pengertian pernikahan dini secara umum, pernikahan dini yaitu: merupakan instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Pengertian pernikahan dini tentunya tidak sebatas pengertian secara umum saja, tapi juga ada pengertian lain, pengertian pernikahan dini diantaranya: Pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative (Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono,1983). Artinya, pernikahan dini bisa dilakukan sebagai solusi untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dikalangan remaja.
D.    Pengaruh Pendidikan Terhadap Pernikahan Dini
            Suatu pernikahan secara tidak langsung telah membelenggu kebebasan seseorang, karena di dalam pernikahan terdapat tanggung jawab untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangganya. Hal itu menjadi pertimbangan yang signifikan untuk memutuskan untuk menikah. Pendidikan merupakan salah satu variabel yang dijadikan pertimbangan-pertimbangan yang mengaburkan keputusan menikah, apalagi menikah dini.
            Implikasi pendidikan yang berdasarkan pendapat Freud: “Pendidikan adalah suatu untuk memperhalus dan membudayakan dorongan-dorongan kelamin sesuai dengan harapan masyarakat”. Memperdalam ilmu dalam dunia pendidikan seringkali membuat orang melupakan kehidupan pribadinya. Seseorang tidak memikirkan kebutuhan biologisnya dikarenakan kesibukan yang mengisi kesehariannya.
            Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah diambil olehnya. Kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun, maka secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya.
            Kurangnya pendidikan bisa dikarenakan faktor ekonomi, dari faktor ekonomi inilah seseorang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan juga dikarenakan oleh keluarga yang relative besar. Selain itu faktor sosial budaya juga mempengaruhi kurangnya pendidikan, mungkin pendidikan masyarakat di lingkungan sekitar yang tergolong rendah menyebabakan para remaja malas melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
            Usia perkawinan di pedesaan lebih muda dari pada di perkotaan (Dellyana, 1988). Pernikahan dini yang terjadi di desa biasanya disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah. Menurut David Popenoe dalam Abu Ahmadi (1991:182), fungsi pendidikan ialah (1) transmisi kebudayaan, (2) menolong individu memilih dan melakukan peranan sosial, (3) menjamin integrasi sosial, (3) sebagai inovasi sosial. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah diambil olehnya.
            Dari penelitian sebelumnya di Indonesia pernikahan dini 50-20% dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya pernikahan dini dilakukan oleh pasangan muda yang rata-rata umurnya 18, 19, dan 20 tahun. Secara nasional pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah usia16 tahun sebanyak 26,9% (Jalu,2004).
            Dampak yang bisa ditimbulkan akibat pernikahan dini tersebut bermacam-macam. Mungkin awalnya secara fisik anak bisa lebih cepat matang dan dewasa, namun dari segi lain yaitu segi psikis, ekonomi, agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun komunitas baru bernama keluarga, disebabkan emosi diusia remaja yang belum stabil. Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena pernikahan usia dini akan beruntut pada masalah-maslah sosial. Sebut saja kehamilan yang tidak diinginkan/ ketidaksiapan untuk membentuk keluarga baru yang ujungnya berakhir dengan perceraian, tindak kriminal aborsi, serta perilaku menyimpang lainnya. Dari segi finansial, usia remaja juga menimbulkan persoalan,yaitu dari sisi pendidikan yang minim. Karena minimnya pendidikan, pekerjaan semakin sulit didapat dan hal tersebut dapat berpengaruh pada pendapatan keluarga.


BAB II
LANDASAN TEORI

            Fenomena pernikahan dini bisa dikaji dengan teori Interaksionisme simbolik Max Weber. Dilihat dari pandangan Weber, pernikahan dini terjadi karena individu–individu melakukan tindakan–tindakan yang berarti. Sesuai dengan tipe–tipe tindakan sosial Max Weber, yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan afektif.
            Titik tolak baginya adalah mengenai individu yang bertidak yang tindakan-tindakannya itu hanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial baginya pada dasrnya terdiri dari tindakan-tindakan sosial individu. Titik tolak Weber pada tingkat individual mengingatkan kita bhwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu yang berada secara terlepas dari individu yang terlibat di dalamnya. Pemahaman terhadap tindakan sosial dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakannya, karena manusia bertindak atas dasar makna yang diberikannya pada tindakan tersebut.
            Fenomena pernikahan dini dihubungkan dengan teori Weber dapat dinyatakan bahwa pernikahan dini tersebut merupakan symbol dari reaksi individu karena adanya keinginan individu tersebut untuk melakukannya. Ada tiga hal penting dalam interaksionisme  simbolik menurut filsafah pragmatis yakni (1) memusatkan perhatian pada interaksi antar aktor dan dunia nyata yang lebih dikenal denan dialektika, (2) memendang baik aktor dan dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan struktur yang statis, (3) dan arti penting yang menghubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial.
            Teori Interaksionisme simbolik menurut Geroge Herbert Mead George Herbert Mead, yang berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya. Di samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin yang menyatakan bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan manusia, dan dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu, George Herbert Mead juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh idealisme Hegel dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan dengan ini, George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan kemampuan tersebut memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Pada interaksi, hubungan di antara gerak serta isyarat tertentu dan maknanya mempengaruhi pikiran pihak-pihak yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi Mead, gerak-isyarat yang maknanya diberi bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam interaksi adalah merupakan “satu bentuk simbol yang mempunyai arti penting”. Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik, bahasa tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya merupakan simbol yang bermakna. 
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dengan variasi metode yang dimaksud adalah dengan menggunakan angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi. (Arikunto, 2006: 160)
A.    Populasi dan Sampel Penelitian
·         Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Arikunto, 2006: 131). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Desa Nglamuk, temanggung.
·         Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 18). Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa warga Desa Nglamuk, temanggungyang melakukan pernikahan dini.
B.     Variabel Penelitian
Variabel penelitian harus mengandung variabel yang jelas sehingga memberikan gambaran data dan informasi apa yang diperlukan untuk menentukan masalah tersebut. Variabel adalah subyek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002: 94).Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan dan keputusan melakukan pernikahan dini.
C.     Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar (Arikunto, 2006: 222). Tujuan dari pengumpulan data adalah untuk memperoleh data yang relevan, akurat, dan reliable yang berkaitan dengan penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang benar dan dapat dipercaya untuk dijadikan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif. Setelah mengetahui data kuantitatif yang diperlukan selanjutnya adalah menentukan metode pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sesuai yaitu menggunakan metode observasi, angket atau kuesioner, wawancara dan dokumentasi.
1.      Metode Observasi
Menurut arikunto, (1998: 231), observasi adalah pengamatan secara langsung. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi dengan tujuan untuk meneliti secara langsung mendatangi objek yang akan diteliti.
2.      Metode Angket atau Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006: 151). Kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun instrumen. Jadi dalam menggunakan metode angket atau kuesioner instrument yang dipakai adalah angket atau kuesioner.
3.      Metode Wawancara
Wawancara atau interview yaitu wawancara dimana peneliti melakukan tatap muka dengan responden untuk memperoleh informasi dari responden tersebut. Menurut Margono (2005: 165) wawancara atau interview adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
4.      Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa catatan tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai bukti yang resmi (Arikunto, 1998: 131)
D.    Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah suatu cara dalam penelitian untuk mencari dan mengumpulkan data. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :
1.      Tahap Persiapan
Dengan langkah-langkah berikut:
·         Penentuan sampel
·         Teknik pengambilan sampel
·         Tempat penelitian
·         Obyek penelitian
·         Waktu penelitian
·         Pengambilan data
2.      Tahap Pelaksanaan penelitian
E.     Teknik Analisis Data
Teknik analisis data penelitian merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam proses penelitian karena dapat berfungsi untuk menyimpulkan penelitian. Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dalam beberapa tahap analisis.
1. Analisis Data Tahap Awal
2. Analisis Data Tahap Akhir


DAFTAR PUSTAKA
Sukardi, Ph.D. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi Prof. Dr. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Reinka Cipta.
Idrus, Muhamad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gelora Aksara Pratama
Salim, Agus. 2007. Teori sosiologi klasik dan modern , sketsa pemikiran awal. Semarang: UPT UNNES PRESS.
Ichsan, Ahmad. 1986. Hukum Perkawinan bagi yang Beragama Islam, Suatu Tinjauan dan Ulasan secara Sosiologi Hukum. Jakarta: Pradia Paramita.
Ali,  Ash-Shobuni. 2008. Pernikahan Islam. Solo: Mumtaza.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Asmin. 1986. Status Perkawinan Antar Agama tinjauan dari undang-undang perkawinan No.1/1974. Jakarta: PT Dian Rakyat.

2 komentar: